Sahabat Sangkolan, Pemerintah melalui Permendikbudristek No. 25 Tahun 2024 resmi memperkenalkan peran baru dalam dunia pendidikan: guru wali. Peran ini dimaksudkan untuk memberikan bimbingan personal kepada siswa terkait karakter, sosial-emosional, hingga kondisi psikologis mereka. Di atas kertas, ini terdengar sangat progresif. Namun dalam praktiknya, kita perlu mengkritisi secara jujur: apakah penerapan guru wali di sekolah benar-benar mendesak dan realistis?
![]() |
Urgensi Penerapan Guru Wali di Sekolah: Solusi atau Beban Baru? |
Tujuan Mulia, Tapi Terlalu Ideal?
Penerapan guru wali bertujuan menjawab kebutuhan personalisasi pendidikan yang selama ini dianggap kurang dalam sistem pembelajaran kita. Guru wali diharapkan mendampingi sejumlah siswa secara rutin, mengamati perkembangan mereka, dan menyusun laporan reflektif.
Namun, perlu dicermati:
- Apakah guru di sekolah kita saat ini sudah memiliki waktu dan kapasitas untuk menambah satu lagi tugas struktural?
- Apakah semua guru siap dan kompeten dalam memberi pendampingan psikososial atau bimbingan karakter secara individu?
Guru Sudah Terbebani Banyak Tugas
Realitas di lapangan menunjukkan guru di Indonesia, terutama di sekolah negeri, sudah menghadapi beban administratif yang berat:
- Pengisian e-Rapor dan Platform Merdeka Mengajar,
- Kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler,
- Supervisi akademik, pelatihan mandiri, hingga akreditasi.
Menambahkan peran baru — guru wali — tanpa mengurangi beban lama, berpotensi menjadi kontraproduktif. Guru akan dipaksa menyesuaikan diri dengan peran baru tanpa pelatihan yang memadai dan waktu yang cukup. Akibatnya, fungsi guru wali bisa menjadi formalitas semata, hanya sebatas "penggugur tugas" untuk menambah jam beban kerja.
Infrastruktur & SDM Masih Belum Merata
Penerapan guru wali di kota-kota besar atau sekolah swasta mungkin berjalan lebih baik. Namun, di daerah, banyak sekolah masih kekurangan guru, bahkan satu guru memegang lebih dari satu mata pelajaran lintas bidang.
Dalam kondisi seperti ini, bagaimana mungkin ada ruang dan waktu untuk pelaksanaan pendampingan personal oleh guru wali? Jangankan mendampingi secara individu, waktu untuk mengenal siswa saja sering kali sangat terbatas.
Tumpang Tindih dengan Peran BK dan Wali Kelas?
Peran guru wali dalam mendampingi siswa secara individu beririsan dengan fungsi konselor atau guru BK. Di sisi lain, tanggung jawab sosial siswa juga menjadi bagian dari tugas wali kelas. Ini menciptakan pertanyaan:
- Apakah guru wali menggantikan sebagian peran BK?
- Bagaimana koordinasinya dengan wali kelas dan kepala sekolah?
- Apakah justru menciptakan kebingungan struktur baru dalam satuan pendidikan?
Jika tidak diatur dengan detail dan tidak dikawal dengan panduan teknis yang kuat, peran guru wali bisa menjadi ambigu dan tidak efektif.
Rekomendasi: Implementasi Bertahap & Selektif
Meski penuh tantangan, bukan berarti ide guru wali harus ditolak mentah-mentah. Namun, pelaksanaannya perlu realistis dan selektif, seperti:
- Pilot project di sekolah tertentu untuk menguji efektivitas dan kendala langsung di lapangan.
- Pelatihan dan pendampingan khusus bagi guru wali agar mereka tidak hanya diberi tugas, tapi juga kemampuan.
- Penguatan kolaborasi antara guru wali, guru BK, dan wali kelas agar peran mereka saling mengisi, bukan tumpang tindih.
Penerapan guru wali adalah ide yang menjanjikan, tapi terlalu cepat diimplementasikan tanpa memperhatikan kondisi nyata sekolah di Indonesia. Tanpa dukungan pelatihan, infrastruktur, dan manajemen beban kerja guru, kebijakan ini justru bisa menjadi beban baru yang melelahkan dan gagal mencapai tujuan.
Kita tidak butuh tambahan tugas administratif. Yang kita butuhkan adalah ruang bagi guru untuk benar-benar hadir secara manusiawi bagi muridnya — dan itu tidak bisa diwujudkan dengan regulasi semata, tapi dengan dukungan nyata.
Bagaimana Menurut Para Guru ?
Mari berdiskusi di Grup Guru Berbagi
Tele : https://bit.ly/3AYIXWZ
Post a Comment for "Urgensi Penerapan Guru Wali di Sekolah: Solusi atau Beban Baru?"